Ada satu keluarga yang kehidupannya sangat sederhana, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya pun sering mengalami kesulitan. Keluarga ini berjumlah enam anggota keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu dan empat orang anaknya. Satu anak perempuan dan tiga orang anak laki-laki. Nama disamarkan, sebut saja nama keempat orang anaknya adalah Tini, Adi, Galih, dan Tedi. Tini merupakan anak pertama perempuan, Adi anak ke dua, Galih anak ketiga, dan Tedi merupakan anak terakhir atau bungsu di keluarga tersebut.
Hampir
setiap hari keluarga ini sering meributkan masalah kesulitan ekonomi, mulai
dari masalah bagaimana memenuhi kebutuhan makan di esok hari, biaya sekolah
anaknya sampai hutang-hutangnya ke warung tetangga yang belum dibayar. Akibat
kesulitan ekonomi itu, membuat anak-anaknya harus putus sekolah, Tini anak
pertama hanya sampai tamatan SMP, sedangkan adik-adiknya cuma tamatan SD.
Anak-anaknya terpaksa bekerja membantu ekonomi keluarga meski belum memasuki
usia kerja.
Menginjak
dewasa, orang tuanya menginginkan anak pertama perempuan (Tini) menikah dengan
orang yang mapan (kaya) dengan tujuan agar dapat membantu mengangkat derajat
kondisi ekonomi keluarga. Sehingga, tidak sembarang orang bisa melamar anak
perempuannya (Tini) untuk dinikahi. Beberapa lelaki yang pernah mencoba melamar
anak perempuannya (Tini) ditolak begitu saja, sebab tidak memenuhi kriteria
yang harapkan orang tuanya.
Mengingat
usia Tini yang semakin bertambah dewasa, orang tuanya juga tidak ingin jika
tini harus menikah di usia yang terlalu tua. Keinginan bisa menikahkan anaknya
(Tini) dengan lelaki yang mapan (kaya) tidak lagi menjadi prioritasnya, yang
penting dapat memberikan hidup layak pada Tini saja sudah cukup. Menikahlah tini
dengan lelaki pilihannya yang bekerja sebagai karyawan disalah satu stasiun
televisi, jabatannya tidak disebutkan secara spesifik..
Setelah pernikahan berlangsung, Tini diajak suaminya
merantau ke Jakarta. Sementara itu, adik-adiknya bekerja menjadi tulang
punggung keluarga. Beberapa tahun berlalu, Tini dan suaminya kembali kekampung
halaman untuk membangun sebuah rumah sederhana yang layak, bersebelahan dengan
rumah orang tuanya. Tini merasa tidak tega melihat kondisi ekonomi orang tua
dan adiknya yang masih belum membaik, ia hanya mampu membantu seadanya, karena
dia dan suaminya juga dapat dikatakan hidup pas pasan.
Tini
merasa sangat bosan yang sedari kecil keadaannya sering berkekurangan dan
setelah menikahpun ia cuma bisa hidup
pas pasan, tidak ada perubahan yang signifikan. Muncul sebuah pemikiran,
dia ingin memiliki kekayaan yang dapat diperoleh secara instan. Tini dan
suaminya berencana untuk melakukan sebuah pesugihan. Mereka berdua kemudian
mendatangi seorang dukun yang diyakini bisa membantu jalannya pesugihan.
Sang
dukun memberikan dua persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan pertama, rela
mengorbankan anggota keluarga termasuk orang tuanya sebagai tumbal. Persyaratan
kedua, jika seluruh anggota keluarga telah habis dijadikan tumbal, maka tumbal
berikutnya adalah diri mereka sendiri, dengan ketentuan jika mereka tidak mau
mengorbankan diri mereka sendiri, maka sebagai gantinya adalah, diantara mereka
berdua harus menikah lagi tapi keduanya tidak boleh bercerai (bersuami atau beristri dua), jadi orang yang
dinikahi itulah sebagai pengganti tumbalnya.
Sang
dukun mengatakan kepada Tini dan suaminya, tidak harus menyanggupi persyaratan
yang diberikannya saat itu juga, tetapi disuruhnya untuk melakukan pertimbangan
terlebih dahulu agar tidak menyesal nantinya.
”Karena
perjanjian dengan Jin pesugihan tidak bisa dibatalkan sembarangan, saya berikan
kalian waktu tiga hari dari sekarang, jika kalian sanggup dengan segala
resikonya, maka setelah tiga hari kalian datang kembali kesini” ucap sang
dukun.
Tiga
hari berlalu, Tini dan suaminya kembali menemui sang dukun dan menyatakan
kesanggupan menerima segala konsekuensi dari pesugihan yang akan dijalaninya.
”Ki…
kami berdua sepakat memenuhi segala persyaratan yang diminta, asalkan kami bisa
menjadi kaya raya” ucap suami Tini. Sang dukun kemudian memberikan buntelan dari kain kafan berisi kemenyan,
daun sirih, bunga melati dan tanah kuburan.
“Simpan
benda ini dilingkungan rumah yang akan jadi target tumbal, tepat dimalam jumat jam
12 tengah malam” kata sang dukun.
“Baik
ki…” ucap Tini dan suaminya. Mereka berdua kemudian berpamitan dari tempat sang
dukun. Singkat cerita, mereka berdua sudah menyimpan buntelan di lingkungan
sekitar rumah orang tua dan adiknya sesuai perintah sang dukun, karena orang tua
dan adiknya merupakan target utama tumbal pesugihan. Demi sebuah kekayaan, Tini
dan suaminya sampai rela mengorbankan anggota keluarganya.
Ibunya
tini tiba-tiba sakit mendadak dan tidak bisa menjelaskan sakit yang dideritanya
apa, sehari kemudian meninggal dunia. Sepeninggalan ibunya, Tini mulai membuka
bisnis baju rumahan kecil-kecilan. Dua tahun berlalu, ayahnya menderita sakit
yang sama seperti sakit yang pernah diderita almarhumah ibunya dan akhirnya
meninggal. Setiap kematian anggota keluarganya, bisnis Tini semakin bertambah
maju. Sekarang, Tini sudah memiliki toko baju dan memiliki karyawan sendiri.
Belum ada orang yang curiga bahwa kematian orang tuanya dan kemajuan bisnis
yang dijalani Tini memiliki hubungan dengan kegiatan pesugihan.
Namun,
kecurigaan orang-orang mulai muncul adalah ketika adik pertama Tini meninggal
dunia dua tahun setelah kepergian ayahnya. Tetangganya menduga ada keanehan
antara kematian anggota keluarga Tini yang terjadi setiap dua tahun sekali
dengan kemajuan bisnis yang dijalaninya. Kematian anggota keluarganya terjadi
secara berurutan mulai dari ibu, ayah, adiknya yang pertama sampai adiknya yang
ketiga.
Pada
kematian adiknya yang ketiga (Tedi), ada tetangganya Tini sebut saja namanya Joko.
Joko menceritakan tentang mimpinya bertemu adik tini, bahwa adiknya ini tidak benar-benar
meninggal dunia, tetapi berada dialam gaib lain bukan dialam kematian,
dikatakannya dalam mimpi itu berada
disebuah istana kerajaan yang dimana adiknya ini dijadikan sebagai pekerja
dikerajaan tersebut, bahkan adiknya ini bertemu dengan ayah, ibu, dan kakaknya
yang waktu itu meninggal lebih dulu. Adiknya mengeluhkan bahwa dia dipekerjakan
tanpa henti dan merasa sangat lelah, dia ingin bisa kembali kedunia lagi. Ini
berdasarkan mimpinya Joko.
Ada
orang yang mempercayai mimpi Joko tersebut, katanya memang benar seseorang yang
mati karena ditumbalkan keadaannya tidak benar-benar mati, tetapi mereka berada
dialam lain yang jelas bukan dialam akhirat.
Selain
mimpi, ada tetangganya yang lain menceritakan bahwa ia pernah melihat darah
berserakan di teras rumahnya Tini ketika dipagi hari, tapi ketika hari semakin
siang, darah yang berserakan tersebut hilang dengan sendirinya. Jadi, rumah Tini
berada dibawah rumah tetangganya tersebut, sehingga tetangganya ini dapat
melihat jelas ke teras rumahnya Tini.
Para
tetangganya meyakini bahwa Tini memang melakukan sebuah pesugihan yang
menumbalkan anggota keluarganya, tapi mereka tidak mengatakan kepada Tini
secara langsung karena tidak mempunyai bukti yang konkrit. Tak sedikit juga
dari mereka yang tidak mau jika diberi apapun oleh Tini, karena takut menjadi
tumbal berikutnya.
Setelah
kematian anggota keluarganya, bisnis yang Tini jalankan mengalami kemajuan
pesat dan sekarang memiliki rumah mewah. Bukan hanya anggota keluarga Tini saja
yang meninggal, namun anggota keluarga dari suaminya pun sama telah banyak yang
meninggal. Kabar terakhirnya, bahwa mereka sekarang hidup berdua tanpa memiliki
anggota keluarga.